Categories

Senin, 30 Januari 2017

Rasulullah SAW Perintahkan Sunan Ampel bawa Islam Ahlussunnah wal Jama’ah An Nahdliyyah ke Indonesia

Sejarah berdirinya organisasi Islam ahlussunnah wal jama’ah Nahdlatul Ulama atau NU tidak lepas dari kegelisahan para ulama Nusantara terhadap munculnya gerakan-gerakan Islam pembaharu yang berusaha menghapus warisan-warisan dan ajaran-ajaran ulama salaf.
Para ulama Nusantara merespon masalah ini dengan melalukan musyawarah. Ada diantara mereka mengusulkan dibentuknya suatu Jam’iyyah, ada pula yang berpendapat agar memperkuat Sarekat Islam yang sudah ada saat itu, dan lain sebagainya. Saat itu memang situasinya sangatlah genting karena amaliah-amaliah ahlussunnah seperti tabarukan, meminta barokah kepada ulama, dan sebagainya dituduh sesat, bid’ah, dan syirik oleh gerakan pembaharu tersebut. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya para ulama sepakat untuk membentuk sebuah wadah Jam’iyah yang sekarang dikenal dengan sebutan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut penuturan KHR As’ad Syamsul ‘Arifin, kiai kharismatik dan pengasuh Ponpes Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo, seorang kiai yang menjembatani antara KH Syaichona Cholil Bangkalan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam pembentukan Nahdlatul Ulama, mengatakan bahwa saat itu ada seorang ulama yang berkata kepada Kiai:
“Kiai, Saya menemukan satu sejarah tulisannya Sunan Ampel. Sunan Ampel menulis: ‘Saya waktu mengaji, saat oleh ayahanda dikirim ke Madinah, pernah bermimpi jumpa Nabi SAW. (Nabi berkata): ‘Rahmatullah… (Raden Rahmat), Islam Ahlussunnah wal Jama’ah ini bawalah hijrah ke Indonesia, karena ditempat kelahirannya ini tidak mampu melaksanakan syariat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah‘”.
Menyimak wasita tersebut, ulama Indonesia berembuk ditugaskan untuk melaksanakannya. Sehingga mereka pun beristikharah ke beberapa Sunan, paling sedikit 40 hari dan ada 4 orang yang ditugaskan ke Madinah.
Atau dapat dilihat melalui video berjudul “Sejarah Nahdlatul Ulama (NU)” yang telah dilengkapi terjemah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada menit ke 17:00 berikut ini: klik video ke 2 https://youtu.be/2XoGvahdar8   
Dan Alhamdulillah, hingga saat ini dan insya Allah sampai kiamat tiba, Nahdlatul Ulama telah menjadi benteng ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) di Indonesia dan di seluruh dunia. Tidak ada satu pun ormas Islam di dunia ini yang mampu menyaingi kebesaran Nahdlatul Ulama yang senantiasa mengajarkan dan mengedepankan Islam yang ramah, Islam yang Rahmatan Lil’alamin, Islam yang sesuai dengan dakwah risalah Nabi Muhammad Rasulullah SAW. (Muslimedianews)


Rijalul Ansor

Rijalul Ansor adalah Majelis Dzikir dan Sholawat. Rijalul Ansor memiliki status sebagailembaga semi otonom yang dibentuk oleh Gerakan Pemuda Ansor Ansor sebagai implementasi Visi Revitalisasi Nilai dan Tradisi dan Misi Internalisasi nilai Aswaja dan sifatur rasul dalam Gerakan Pemuda Ansor.
Majelis ini dibentuk mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan ranting di seluruh Indonesia.
Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor bersifat semi otonom di setiap tingkatan yang diangkat, disahkan dan diberhentikan oleh pimpinan Gerakan Pemuda Ansor di masing-masing tingkat kepengurusan.
Fungsi:
  1. Menjaga dan mempertahankan paham Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah ala Nahdlatul Ulama
  2. Sebagai upaya konsolidasi kiai dan ulama muda Gerakan Pemuda Ansor di setiap tingkatan.
Tugas:
  1. Mensyiarkan ajaran-ajaran dan amalan-amalan keagamaan yang telah diajarkan oleh paramasayyih Nahdlatul Ulama dan para Wali penyebar agama Islam di Nusantara
  2. Melaksanakan program-program kegiatan peringatan hari besar Islam sebagai upaya dakwah Islam Ahlussunah wal Jama’ah ala Nahdlatul Ulama.
Tanggung – jawab
  1. Menjaga, memelihara dan menjamin kelangsungan hidup dan kejayaan aqidah ahlussunah wal jama’ah ala Nahdlatul Ulama
  2. Menjaga gerakan Islam Indonesia tetap sebagai agama Islam yang rahmatan lil alamin dan menolak cara-cara kekerasan atas nama Islam.

Sejarah Ansor

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.


Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat, dan juga Poros Ulama Muda yang tergabung di Majelis Dzikir dan Shalawat RIJALUL ANSOR.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.
GP Ansor adalah masa depan NU dan Indonesia.

Pesan Banser Jatim untuk Kapolda Baru

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur bakal memiliki pimpinan baru. Dia adalah Inspektur Jenderal Polisi Machfud Arifin, sebelumnya menjabat Kepala Divisi Teknologi Informasi Markas Besar Kepolisian RI. Kehadirannya disambut baik aktivis siber dalam hal pencegahan dan penindakan ujaran kebencian dan radikalisme melalui media sosial.
Machfud akan menggantikan Kapolda lama, Inspektur Jenderal Polisi Anton Setiadji. Anton segera pensiun. Sesuai jadwal, serah terima jabatan dari penjabat lama ke penjabat (sertijab) baru akan digelar di gedung utama Markas Polda Jatim pada Kamis, 5 Januari 2017.
Seperti biasa, pada sertijab nanti penjabat baru akan disambut pasukan ‘pedang pora’, sementara penjabat lama akan dilepas dengan menaiki kereta kencana. “Gladi resik dilakukan hari ini,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera di Markas Polda Jatim, Surabaya, pada Rabu, 4 Januari 2017.
Jawa Timur, terutama Surabaya, bukan daerah asing bagi Machfud. Dia dilahirkan dari keluarga Bhayangkara di Surabaya pada 9 September 1960. Posisi barunya sebagai Kapolda Jatim laiknya pulang kampung. Dia juga pernah menjabat Wakil Kepala Satuan Reserse Kepolisian Wilayah Kota Besar (sekarang Polrestabes) Surabaya pada 1996.
Kapolda baru disambut baik warga dan aktivis Jatim, terutama karena latar belakang Machfud yang sebelumnya banyak mengurusi bidang teknologi informasi di Polri. Dia diharapkan lebih maksimal menangkal dan menindak radikalisme dan ujaran kebencian yang kini bertebaran di media sosial.
Komandan Satuan Koordinator Wilayah Barisan Serba Guna (Banser) Ansor Jatim, Abid Umar, berharap Machfud mampu memerangi kejahatan siber dan ujaran kebencian yang belakangan ini marak berseliweran di dunia maya. “Kami mendukung Kapolda Jatim yang baru menindak tegas kejahatan siber, ujaran kebencian, dan radikalisme melalui medsos. Kami juga siap bersinergi,” ujarnya dalam siaran persnya.
Wakil Ketua Bidang IT dan Infokom PW GP Ansor Jatim, Mohammad Nur Arifin, mengatakan bahwa ujaran kebencian, radikalisme,  berita palsu atau hoax  dan kejahatan siber di Jatim banyak tersebar di media sosial. Menurutnya, itu tantangan sekaligus pekerjaan besar Machfud yang harus diatasi serius.
“Kami menyambut baik kehadiran Kapolda Jatim yang baru ini, Ansor dan Banser juga berharap masyarakat turut berperan aktif membantu kepolisian melaporkan jika menemukan praktik kejahatan siber ” pungkas pria yang juga wakil bupati Trenggalek itu.

Nekat Mandi di Laut, Remaja Asal Tulakan Meninggal Dunia di Pantai Soge Lorok


Peristiwa kecelakaan laut berujung maut kembali terjadi di wilayah perairan Pacitan. Adalah Eko Puji Santoso, remaja berusia 14 tahun ini meninggal dunia pada Sabtu (28/1/2017) sekitar pukul 10.15 WIB di perairan Pantai Soge, Dusun Soge Desa Sidomulyo Kecamatan Ngadiojo.
Informasi yang dihimpun Pacitanku.com, kejadian naas tersebut berawal saat Eko yang beralamatkan di Dusun Montongan, Desa Ketro Kecamatan Tulakan berekreasi bersama dua orang rekannya di Pantai Soge, Sabtu pagi saat libur hari raya Imlek.
Setelah tiba di Pantai Soge pada pukul ,15.15 WIB korban mandi di perairan Pantai Soge bersama satu temannya. Sementara teman yang lain tidak ikut mandi.
ini bisa menjadi perhtian kita semua, untuk berhati - hati apabila bermain dipantai. apa lagi tidak mempunyai keahlian renang.